PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Kita sebagai manusia tak seorangpun mengetahui tentang apa yang akan terjadi di masa datang secara sempurna walaupun menggunakan berbagai alat analisis. Hal ini disebabkan karena di masa datang penuh dengan ketidakpastian. Jadi wajar jika terjadinya sesuatu di masa datang hanya dapat direkayasa semata.
Resiko di masa datang dapat terjadi terhadap kehidupan seseorang misalnya kematian, sakit atau dipecat dari pekerjaan. Dalam bisnis yang dihadapi dapat berupa resiko kebakaran, kerusakan atau kehilangan. Setiap resiko yang akan dihadapi harus ditanggulangi, sehingga tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar lagi. Maka diperlukan perusahaan yang mau menanggung resiko tersebut yaitu perusahaan asuransi. Di bidang bisnis inilah asuransi semakin berkembang, terutama dalam hal perlindungan terhadap barang-barang perdagangannya. Namun, perkembangan ini tidak sejalan dengan kesesuaian praktik asuransi terhadap syariah. Meskipun demikian, dengan banyaknya kajian terhadap praktik perekonomian dalam perspektif hukum Islam, asuransi mulai diselaraskan dengan ketentuan-ketentuan syariah. Oleh karena itu muncullah asuransi syariah.[1]

B.     Rumusan Masalah
                              1.            Apa pengertian asuransi syariah itu?
                              2.            Apa landasan filosofis dari asuransi syariah itu?
                              3.            Apa saja akad dalam asuransi syariah itu?
                              4.            Apa saja produk dari asuransi syariah itu?
                              5.            Apa saja prinsip dari asuransi syariah itu?
                              6.            Apa perbedaan dari asuransi syariah dengan asuransi konvensional itu?
                              7.            Bagaimana mekanime operasional dari asuransi syariah itu?
                              8.            Apa manfaat dari asuransi syariah itu?

                              9.             
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Asuransi Syariah

Menurut Undang-undang Republik Indoneisa No. 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian, yang dimaksud dengan asuransi yaitu: “asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua belah pihak atau lebih, dimana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.”[2]
Pengertian asuransi syariah berdasarkan Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah sebuah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.
Asuransi syariah adalah sebuah sistem di mana para peserta mendonasikan sebagian atau seluruh kontribusi atau premi yang mereka bayar untuk digunakan membayar klaim atas musibah yang dialami oleh sebagian peserta.
Proses hubungan peserta dan perusahaan dalam mekanisme pertanggungan pada asuransi syariah adalah sharing of risk atau “saling menanggung risiko.” Apabila terjadi musibah, maka semua peserta asuransi syariah saling menanggung. Dengan demikian, tidak terjadi transfer risiko (transfer of risk atau “memindahkan risiko”) dari peserta ke perusahaan seperti pada asuransi konvensional.[3]
Peranan perusahaan asuransi pada asuransi syariah terbatas hanya sebagai pemegang amanah dalam mengelola dan menginventasikan dana dari kontribusi peserta.
Jadi pada asuransi syariah, perusahaan hanya bertindak sebagai pengelola operasional saja, bukan sebagai penanggung seperti pada asuransi konvensional.[4]

B.     Landasan Filosofis Asuransi Syariah
                              1.            Dasar Hukum
a.       Q. S. Al-Baqarah ayat 188
Ÿwur (#þqè=ä.ù's? Nä3s9ºuqøBr& Nä3oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ (#qä9ôè?ur !$ygÎ/ n<Î) ÏQ$¤6çtø:$# (#qè=à2ù'tGÏ9 $Z)ƒÌsù ô`ÏiB ÉAºuqøBr& Ĩ$¨Y9$# ÉOøOM}$$Î/ óOçFRr&ur tbqßJn=÷ès? ÇÊÑÑÈ  
Artinya: “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.” (Q. S. Al-Baqarah; 188)
b.      Q. S. Yusuf ayat 43-48
c.       Dan Q. S. Al-Hasyr ayat 18.

                              2.            Ijtihad
a.       Fatwa Sahabat
Praktik sahabat berkenaan dengan pembayaran hukuman (ganti rugi) pernah dilaksanakan oleh khalifah kedua, Umar bin Khatab.
b.      Ijma’
Para sahabat telah melakukan ittifaq (kesepakatan) dalam hal aqilah yang dilakukan oleh khalifah Umar bin Khatab. Aqilah adalah iuran darah yang dilakukan oleh keluarga dari pihak laki-laki (ashabah) dari si pembunuh (orang yang menyebabkan kematian orang lain secara tidak sewenang-wenang.
c.       Qiyas
Dalam kitab Fathul Barri, disebutkan bahwa dengan datangnya Islam sistem aqilah diterima Rasulullah SAW menjadi bagian dari hukum Islam.
d.      Istihsan
Kebaikan dari kebiasaan aqilah di kalangan suku Arab kuno terletak pada kenyataannya, bahwa sistem aqilah dapat menggantikan atau menghindari balas dendam berdarah yang berkelanjutan.[5]

C.    Akad dalam Asuransi Syariah
Lafal akad berasal dari lafal Arab al-‘aqd yang berarti perikatan, perjanjian, dan pemufakatan al-ittifaq. Secara terminologi fiqh, akad didefinisikan dengan “pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan qabul (pernyataan penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh pada objek perikatan.”[6]
Akad yang dilakukan antara peserta dengan perusahaan terdiri atas akad tijarah dan akad tabarru’. Akad tijarah adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersial. Sedangkan akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebaikan dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersial.[7]
Dalam akad sekurang-kurangnya disebutkan:
                              1.            Hak dan kewajiban peserta dan perusahaan;
                              2.            Cara dan waktu pembayaran premi;
                              3.            Jenis akad tijarah dan atau akad tabarru’serta syarat-syarat yang disepakati sesuai dengan jenis asuransi yang diakad.[8]

D.    Produk-produk Asuransi Syariah
Adapun produk asuransi syariah yang sering dipakai dalam operasional sebuah perusahaan asuransi syariah secara garis besar dapat dipilah menjadi dua, yaitu:
                              1.            Produk Asuransi Syariah dengan Unsur Saving
Adalah sebuah produk asuransi yang di dalamnya menggunakan dua buah rekening dalam setiap pembayaran premi, yaitu rekening untuk dana tabarru’ (sosial) dan rekening untuk dana saving (tabungan).[9]
                              2.            Produk Asuransi Syariah dengan Unsur Non Saving
Adalah kumpulan dana dari peserta yang setelah dikurangi biaya pengelolaan dimasukkan ke dalam rekening khusus (tabarru’ atau rekening dana sosial).[10]

E.     Prinsip Dasar Asuransi Syariah
Sebuah bangunan hukum akan tegak secara kokoh, jika dan hanya jika dibangun atas pondasi dan dasar yang kuat. Begitu pula dengan asuransi, harus dibangun di atas fondasi dan prinsip dasar yang kuat dan kokoh. Ada sembilan prinsip dalam asuransi syariah, yaitu:
                              1.            Tauhid (unity)
Prinsip tauhid (unity) adalah setiap bangunan dan aktivitas kehidupan manusia harus didasarkan pada nilai-nilai tauhidy. Artinya bahwa dalam setiap gerak langkah serta bangunan hukum harus mencerminkan nilai-nilai ketuhanan.[11]
                              2.            Keadilan (justice)
Keadilan dalam hal ini dipahami sebagai upaya dalam menempatkan hak dan kewajiban antara nasabah (anggota) dan perusahaan asuransi.
                              3.            Tolong-menolong (ta’awun)
Seseorang yang masuk asuransi, sejak awal harus mempunyai nilai dan motivasi untuk membantu dan meringankan beban temannya yang pada suatu ketika mendapatkan musibah atau kerugian.[12]
                              4.            Kerja sama (cooperation)
Prinsip kerja sama (cooperation) merupakan prinsip universal yang selalu ada dalam literatur ekonomi Islam. kerja sama dalam bisnis asuransi dapat berwujud dalam bentuk akad yang dijadikan acuan antara kedua belah pihak yang terlibat, yaitu antara anggota (nasabah) dan perusahaan asuransi.[13]
                              5.            Amanah (trustworthy/al-amanah)
Prinsip amanah dalam organisasi perusahaan dapat terwujud dalam nilai-nilai akuntabilitas (pertanggungjawaban) perusahaan melalui penyajian laporan keuangan tiap periode.[14]
                              6.            Kerelaan (al-ridha)
Dalam bisnis asuransi, kerelaan (al-ridha) dapat diterapkan pada setiap anggota (nasabah) asuransi agar mempunyai motivasi dari awal untuk merelakan sejumlah dana (premi) yang disetorkan ke perusahaan asuransi, yang difungsikan sebagai dana sosial (tabarru’).[15]
                              7.            Larangan riba
Dalam setiap transaksi, seorang muslim dilarang memperkaya diri dengan cara yang tidak dibenarkan.
                              8.            Larangan maisir (judi)
Syafi’i Antonio mengatakan bahwa unsur maisir judi artinya adalah salah satu pihak yang untung namun dilain pihak justru mengalami kerugian.
                              9.            Larangan gharar (ketidakpastian)
Gharar dalam pengertian bahasa adalah al-khida’ (penipuan) yaitu suatu tindakan yang di dalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerelaan.[16]

F.     Perbedaan Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional
Dibandingkan dengan asuransi konvensional, asuransi syariah memiliki perbedaan mendasar dalam beberapa hal, yaitu:
                              1.            Keberadaan Dewan Pengawas Syariah dalam perusahaan asuransi syariah merupakan suatu keharusan.
                              2.            Prinsip akad asuransi syariah adalah takafuli (tolong-menolong). Yaitu nasabah yang satu menolong nasabah yang lain yang tengah mengalami kesulitan. Sedangkan akad asuransi konvensional bersifat tadabuli (jual beli antara nasabah dengan perusahaan).
                              3.            Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syariah (premi) diinvestasikan berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (mudharabah). Sedangkan pada asuransi konvensional, investasi dana dilakukan pada sembarang sektor dengan sistem bunga.
                              4.            Premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Sedangkan pada asuransi konvensional, premi menjadi milik perusahaan dan perusahaan-lah yang memiliki otoritas penuh untuk menetapkan kebijakan pengelolaan dana tersebut.
                              5.            Untuk kepentingan pembayaran klaim nasabah, dana diambil dari rekening tabarru’ (dana sosial) seluruh peserta yang sudah diikhlaskan untuk keperluan tolong menolong bila ada peserta yang terkena musibah. Sedangkan dalam asuransi konvensional, dana pembayaran klaim diambil dari rekening milik perusahaan.
                              6.            Keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah selaku pemilik dana dengan perusahaan selaku pengelola dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan dalam asuransi konvensional, keuntungan sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Jika tak ada klaim, nasabah tak memperoleh apa-apa.[17] 

G.    Mekanisme Operasional Asuransi Syariah
Mekanisme pengelolaan dana peserta (premi) terbagi menjadi dua sistem, yaitu:
                              1.            Sistem yang Mengandung Unsur Tabungan
Sistem yang mewajibkan setia peserta wajib membayar sejumlah uang premi secara teratur kepada perusahaan. Besar premi yang akan dibayarkan tergantung kepada kemampuan peserta.
Akan tetapi perusahaan menetakan jumlah minimum premi yang dapat dibayarkan. Setiap peserta dapat membayar premi tersebut melalui rekening koran, giro, atau membayar langsung. Peserta dapat memilih cara pembayaran, baik tiap bulan, kuartal, semester maupun tahun.
Setiap premi yang dibayar oleh peserta akan dipisah oleh takaful dalam dua rekening yang berbeda, yaitu:
a.       Rekening tabungan, yaitu kumpulan dana yang merupakan milik peserta, yang dibayarkan bila: (a) perjanjian berakhir, (b) peserta mengundurkan diri, (c) peserta meninggal dunia.
b.      Peserta tabarru’, yaitu kumpulan dana yang diniatkan oleh peserta sebagai iuran kebajikan untuk tujuan saling tolong-menolong dan saling membantu, yang akan dibayarkan bila: (a) peserta meninggal dunia, (b) perjanjian telah berakhir (jika ada surplus dana).
Kumpulan dana peserta ini akan diinvestasikan sesuai dengan syariah Islam. Tiap keuntungan dari hasil investasi, setelah dikurangi dengan beban asuransi (klaim dan premi reasuransi), akan dibagi menurut prinsip mudharabah.
                              2.            Sistem yang Tidak Mengandung Unsur Tabungan
Setiap premi yang dibayar oleh peserta akan dimasukkan dalam perusahaan rekening tabarru’, yaitu kumpulan dana yang diniatkan oleh peserta sebagai iuran kebajikan untuk tujuan saling tolong-menolong dan saling membantu. Dana ini akan dibayarkan bila: (a) peserta meninggal dunia, (b) perjanjian telah berakhir (jika ada surplus dana).[18]

H.    Manfaat dari Asuransi Syariah
Beberapa manfaat dari keberadaan asuransi syariah, secara rinci adalah sebagai berikut:
                              1.            Memberikan rasa aman atau sekurang-kurangnya lebih aman kepada tertanggung dari kemungkinan kerugian atas harta benda dan bahkan dari kemungkinan bahaya terhadap dirinya.
                              2.            Mempercepat laju pertumbuhan ekonomi, mengingat dana-dana tertanggung yang terkumpul dari pembayaran premi akan dikelola oleh perusahaan asuransi melalui investasi diberbagai bidang usaha.
                              3.            Mengurangi biaya modal, terutama mengalihkan risiko kerugian kepada perusahaan asuransi.
                              4.            Menjamin kestabilan usaha.
                              5.            Melengkapi persyaratan kredit.[19]

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Hasan. Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam. Jakarta: Prenada Media, 2004.

Alma, Buchari dan Juni, Priansa Donni.  Manajemen Bisnis Syariah. Bandung: Alfabeta, 2009.

Aziz, Abdul. Manajemen Investasi Syari’ah. Bandung: Alfabeta, 2010.

Aziz, Abdul dan Ulfah, Mariyah. Kapita Selekta Ekonomi Islam Kontemporer. Bandung: Alfabeta, 2010.

Dewi, Gemala. Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia. Jakarta: Prenada Media, 2004.

Muhammad. Lembaga Ekonomi Syari’ah. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007.

Suma, Amin. Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional. Tangerang: Kholam Publishing, 2006.

Syakir, Sula Muhammad. Asuransi Syariah (Life and General): Konsep dan Sistem Operasional. Jakarta: Gema Insani Press, 2004.

Tan, Inggrid. Bisnis dan Investasi Sistem Syariah. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 2009.
http://duniaaiq.blogspot.com/2011/06/makalah-asuransi-syariah.html. Diakses pada tanggal 4 April 2013, pukul 07.50 WIB.


[1] http://duniaaiq.blogspot.com/2011/06/makalah-asuransi-syariah.html. Diakses pada tanggal 4 April 2013, pukul 07.50 WIB.
[2] Buchari Alma dan Donni Juni Priansa, Manajemen Bisnis Syariah (Bandung: Alfabeta, 2009), 36.
[3] Inggrid Tan, Bisnis dan Investasi Sistem Syariah (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 2009), 85.
[4] Ibid., 86.
[5] Abdul Aziz, Manajemen Investasi Syari’ah (Bandung: Alfabeta, 2010) ,191-192.
[6] Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General): Konsep dan Sistem Operasional (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), 38.
[7] Ibid., 43.
[8] Ibid..
[9] Abdul Aziz dan Mariyah Ulfah, Kapita Selekta Ekonomi Islam Kontemporer (Bandung: Alfabeta, 2010), 241.
[10] Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam (Jakarta: Prenada Media, 2004), 169.
[11] Ibid., 125.
[12] Ibid., 127.
[13] Ibid., 128.
[14] Ibid., 130.
[15] Ibid., 131.
[16] Ibid., 134.
[17] Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia (Jakarta: Prenada Media, 2004), 137-138.
[18] Muhammad, Lembaga Ekonomi Syari’ah (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), 88-90.
[19] Amin Suma, Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional (Tangerang: Kholam Publishing, 2006), 53-54.

0 komentar:

Posting Komentar